seragam sekolah harus dihapuskan

Seragam Sekolah Seharusnya Dihapuskan
Ambon
Sun, 28 Nov 2004 11:51:31 -0800
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0411/29/opini/1403657.htm
Senin, 29 November 2004

Seragam Sekolah Seharusnya Dihapuskan
Paulus Mujiran

MENTERI Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengambil kebijakan penghapusan
seragam sekolah. Mendiknas berpendapat, segala upaya penyeragaman, termasuk
buku dan sepatu, akan berdampak terjadinya monopoli yang merugikan
masyarakat.

Budayawan Mangunwijaya (1998:213) menulis ketidaksetujuannya terhadap
seragam sekolah. Mangun mengatakan, seragam sekolah justru berlawanan dengan
semangat Bhinneka Tunggal Ika. Dalam konsepsi Bhinneka Tunggal Ika semua
ikatan primordial dihargai dan disempurnakan menuju kebersamaan nasional.
Maka, perlu dipertanyakan, apakah penyeragaman lahir cukup mengindahkan
keanekaragaman batin? Apakah tak ada bahaya bahwa karena tekanan pada yang
lahir, penanaman nilai-nilai yang menuntut keterbukaan batin menjadi
terdesak?.

Salah satu alasan menyeragamkan pakaian sekolah secara nasional adalah
memupuk kebanggaan nasional. Yang relevan untuk dipertanyakan adalah apakah
pada umur sekolah taman kanak-kanak (TK) dan menengah semangat kebanggaan
nasional mungkin dikembangkan? Proses memupuk kebanggaan nasional dimulai
pada waktu anak kecil dibiasakan berbangga dengan keluarganya sendiri.
Waktu anak TK dan sekolah dasar (SD) menghadapi anak lain, yang ditonjolkan
selalu ayah, ibu, atau kakaknya yang lebih hebat dari ayah, ibu atau kakak
lawannya. Dunianya baru ruang lingkup keluarga. Yang lain merupakan dunia
luar yang masih dialami sebagai ancaman terhadap keamanan keluarga.
Mangunwijaya tak pernah menjamin bahwa hanya dengan mengenakan seragam akan
mampu memupuk kebanggaan nasional. Kebanggaan nasional adalah internalisasi
batin peserta didik dari kecil hingga dewasa dan bukan dengan penyeragaman.

Baru pada usia SD dan selama sekolah menengah, remaja mulai membentuk
kebanggaan baru, kebanggaan menjadi anggota kelompok baya (peer group) dan
sekolahnya. Guna mendapatkan identitasnya, ia membutuhkan lingkungan hidup
yang membedakannya dari keluarga. Dunianya masih amat terbatas. Dunia orang
dewasa tetap dipandang sebagai lawan yang akan menggagalkan usahanya menjadi
diri sendiri. Mangun memberi jalan tengah jika pemakaian seragam untuk
menghindari anak didik berpakaian mewah.

Orangtua yang tidak mampu berusaha supaya pakaian anak mereka sopan, bersih
dan rapi, walaupun kurang mewah bahannya dibandingkan dengan teman yang
lebih kaya. Orangtua yang mampu diharapkan menghindari bentuk-bentuk pakaian
mewah. Yang kurang mampu tahu bahwa bahan pakaian teman sebangkunya mahal,
dan yang kaya juga tahu pakaian temannya sederhana. Kedua-duanya dibekali
oleh orangtua mereka bahwa mentalitas dunia penuh dengan perbedaan, tetapi
perbedaan itu sama sekali tidak mengurangi harga diri setiap pribadi.

Penggunaan seragam sekolah merupakan praktik pembungkaman yang oleh pakar
pendidikan Paulo Freire, penulis buku Pedagogy of the Oppressed (1972),
menyatakan, praksis pendidikan pada kenyataannya tak lain sebagai proses
pembenaran akan praktik-praktik penindasan yang sudah melembaga. Sekolah
sebagai alat pembebasan juga harus mendidik peserta didik dengan cara-cara
yang membebaskan.

Proses penindasan yang sudah melembaga justru semakin dilegitimasi
kehadirannya lewat metode dan sistem pendidikan yang paternalistik,
pendidikan ala bank, dengan menonjolkan kontradiksi antara murid dan guru,
kaum penindas dan tertindas, pendidikan instruksional dan antidialog. Dalam
sistem ini, sekolah sebagai alat penjinakan.

Murid dipojokkan begitu rupa sehingga mereka terpaksa bersikap pasrah dan
nrimo. Murid digiring ke dalam kebudayaan diam dan bisu. Mereka tidak boleh
mengenali diri sendiri dan realitas dunianya yang tertindas. Karena
kesadaran semacam ini membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarki
piramidal, yang selama ini diidamkan, tetap berlangsung oleh sekelompok
elite sosial politis.
Malahan, kepribadian seseorang sering diukur dari seragam yang dikenakannya.
Pemakaian seragam juga tak ada hubungannya dengan aspek seperti masalah
kesenjangan antara anak- anak kaya-miskin, disiplin, dan identitas peserta
didik. Seragam pada masa Orde Baru lebih merupakan propaganda untuk
mendukung kekuasaan.

Pada saat-saat tertentu, peserta didik dengan pakaian seragam dipaksa
berbaris menjadi pagar betis berkilo-kilo meter untuk menyambut kedatangan
pejabat. Jam pelajaran terpaksa dikalahkan untuk menyambut kedatangan
pejabat. Dengan seragam pula anak didik dilatih baris-berbaris ala tentara
dan menjadi kegiatan rutin di sekolah yang tidak bisa ditentang.
Penyeragaman lebih merupakan upaya pemberangusan dari beragam perbedaan yang
ada dalam masyarakat agar kontrol penguasa dapat dilakukan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

1 Response to "seragam sekolah harus dihapuskan"

  1. faiolalamonaca says:
    3 Maret 2022 pukul 07.55

    Betway Casino, Johannesburg - Mapyro
    Find Betway Casino, Johannesburg driving directions, 경상북도 출장마사지 driving 구미 출장마사지 directions, driving directions, 하남 출장샵 and reviews. Betway Casino South Africa - 제주도 출장안마 A map of Betway 거제 출장안마 Casino South Africa,

Posting Komentar