seragam sekolah, perlkah dihapus?

Sumber : http://sekolahku.info/artikel/seragam-sekolah-perlukah/

Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) terdahulu, Bambang Sudibyo punya rencana menghapus seragam sekolah. Artinya, tidak ada lagi ketentuan siswa SD sampai SMA wajib berseragam. Kita masih menunggu, apakah rencana tersebut akan menjadi kenyataan dan ditaati sekolah-sekolah mengingat seragam sekolah adalah sebuah identitas-baik dari sisi jenjang pendidikan maupun indentitas sekolah.
Seperti diketahui, SD menggunakan seragam baju putih dan bawahan merah, SMP bawahan biru baju putih, sedang SMA menggunakan bawahan abu-abu dan baju putih. Seperti diketahui pula, masing-masing sekolah bebas menentukan seragam sekolahnya masing-masing. Motif seragam merupakan indentitas sekaligus kebanggan sekolah.
Beberapa sekolah malah menambah keseragaman tersebut dengan sepatu. Misalnya, warna sepatu harus hitam dan harus bertali. Plus harus pula menggunakan kaos kaki putih dan ikat pinggang hitam. Saya ingat betul seragam sekolah dimaksudkan untuk menghilangkan perbedaan antarsiswa yang satu dengan yang lain. Seorang siswa tidak bisa bergaya dan memamerkan baju-baju mewahnya di sekolah. Seorang siswa dipaksa tampil seperti siswa lainnya. Di dalam kebijakan seragam ini, ada pula pengajaran disiplin terhadap siswa. Pada sekolah tertentu, siswa dikenai hukuman apabila melanggar ketentuan seragam sekolahnya.
Tepatkah kebijaksanaan menghapus seragam sekolah?
Kebijakan seragam sekolah bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah atribut, asesoris. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan kualitas pendidikan nasional. Tanpa adanya ketentuan dan keharusan memakai seragam pun pendidikan nasional harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap mendapatkan pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan meneruskan mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bukan Pendidikan Militer
Kebijakan Mendiknas menghapus seragam sekolah patut dipertimbangkan. Kita tidak perlu khawatir penghapusan seragam sekolah akan menimbulkan efek negatif terhadap siswa misalnya akan terjadi perang pamer kekayaan. Siswa keluarga kaya akan memamerkan pakaian mewahnya, sehingga menimbulkan kecemburuan siswa lain. Pada sisi lain, pada saat ini amat sulit menghentikan menonjolnya strata ekonomi tertentu untuk seorang siswa. Sekolah tidak pernah melarang siswa ke sekolah dengan kendaraan pribadi atau antarjemput dengan sopir pribadi. Tidak ada larangan pula seorang siswa membawa telepon selular ke sekolah.
Tidak cuma itu, siswa dari golongan mampu pun memilih menggunakan sepatu dari merek ternama, karena memakai sepatu mahal tidak melanggar aturan yang diterapkan sekolahnya. Jadi pamer kekayaan dan kecemburuan pun tetap terjadi walaupun seragam sekolah diberlakukan.
Pendidikan sekolah dari SD hingga SMA bukanlah pendidikan militer. Bagi sebuah angkatan perang, identitas memang amat dibutuhkan. Filosofinya untuk membedakan tentara dengan masyarakat sipil dan membedakan satu kesatuan dengan kesatuan lainnya. Di medan perang akan membedakan musuh dengan kawan.
Pada saat ini, kebijakan tanpa seragam sekolah bila dikaitkan dengan upaya perbaikan sistem pendidikan dan berujung pada upaya pemerintah untuk mengubah pola berpikir dalam pendidikan, merupakan terobosan yang harus diimplementasikan di sekolah-sekolah. Saya tidak berharap, kebijakan tanpa seragam itu sebagai bagian inkonsistensi sistem pendidikan nasional, melainkan berangkat dari pemikiran yang amat mendasar-yakni upaya meningkatkan kualitas pendidikan secara sistematis.

Pola Berpikir Formal
Selain itu, sudah saatnya kita menyadari sepenuhnya, indoktrinasi generasi melalui sistem pendidikan harus diubah dengan pola pendidikan yang lebih interaktif dua arah. Siswa bukanlah objek tetapi adalah subjek pendidikan. Hubungan siswa dengan sekolah, siswa dengan guru, harus didorong pada hubungan kesetaraan pada pola berpikir, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sekarang digunakan di tingkat SD hingga SMA menempatkan guru sebagai salah satu sumber kebenaran informasi, bukan pemilik tunggal kebenaran informasi itu sendiri. Dengan demikian terjadi pula kesetaraan di dalam dunia pendidikan.
Dengan menghapus seragam diharapkan siswa, orang tua siswa, guru dan pengelola sekolah membuka wawasan berpikir seluas-luasnya, tentang pentingnya mengeliminasi pola berpikir formal yang selama ini telah menghambat kreativitas baik siswa maupun guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan bakat-bakat alamiahnya menjadi lebih berpikir substantif (pendekatan isi).
Saya meyakini, kebebasan berpikir dan tidak terbelenggu pada pola berpikir formal, secara jangka panjang berdampak positif kepada perkembangan generasi muda bangsa. Kita pun tidak perlu berburuk sangka, bahwa penghapusan seragam akan berdampak pada tingkat kedisiplinan siswa dan menumbuhkan kecemburuan sosial antara siswa yang mampu dan tidak mampu.
Pengalaman ketika duduk di SMP dan SMA yang tidak berseragam sekolah, menunjukan kecerdasan intelektual, disiplin dan rasa kesetiakawanan yang tinggi bisa terwujud. Adalah lebih tepat apabila disiplin diajarkan tidak secara formal seperti di dalam pendidikan militer, tetapi ditempatkan pada kerangka pola dan perilaku masyarakat secara lebih luas. Disiplin haruslah dimulai dari tingkat paling dasar, yakni rumah tangga. Artinya, orang tua dan anggota keluarga harus menjadi garda terdepan keteladanan bagi siswa untuk bersikap disiplin bagi diri sendiri dan orang lain. Disiplin harus dilakukan sebagai tanggung jawab bukan sebagai indoktrinasi. Disiplin bukanlah sekadar formalitas melalui seragam sekolah, karena seragam sekolah bukanlah unsur elementer dalam sistem pendidikan nasional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "seragam sekolah, perlkah dihapus?"

Posting Komentar